Latest Entries »
Sunday, February 28, 2010
Diare berdarah pada anjing
Friday, February 26, 2010
Gambar basophil, eosinophil, neutrophil, etc
Thursday, February 25, 2010
Cara membaca hasil tes darah hewan anda !!
Normal Biochemical Values
Test | Units | Dogs | Cats |
Urea nitrogen (BUN) | mg/dl | 7–27 | 15–34 |
Creatinine | mg/dl | 0.4–1.8 | 0.8–2.3 |
Cholesterol | mg/dl | 112–328 | 82–218 |
Glucose | mg/dl | 60–125 | 70–150 |
Alkaline phosphatase (ALP) | IU/L | 10–150 | 0–62 |
Alanine aminotransferase (ALT) | IU/L | 5–60 | 28–76 |
Aspartate aminotransferase (AST) | IU/L | 5–55 | 5–55 |
Total protein | g/dl | 5.1–7.8 | 5.9–8.5 |
Albumin | g/dl | 2.6–4.3 | 2.4–4.1 |
Globulin | g/dl | 2.3–4.5 | 3.4–5.2 |
A-G ratio | 0.75–1.9 | 0.6–1.5 | |
Sodium | mEq/L | 141–156 | 147–156 |
Potassium | mEq/L | 4.0–5.6 | 3.9–5.3 |
Sodium-potassium ratio | 27–40 | > 27.0 | |
Chloride | mEq/L | 105–115 | 111–125 |
Total CO | mEq/L | 17–24 | 13–25 |
Anion gap | mEq/L | 12–24 | 13–27 |
Calcium | mg/dl | 7.5–11.3 | 7.5–10.8 |
Phosphorus | mg/dl | 2.1–6.3 | 3.0–7.0 |
Total bilirubin | mg/dl | 0–0.4 | 0.0–0.4 |
Direct bilirubin | mg/dl | 0.0–0.1 | 0.0–0.1 |
Indirect bilirubin | mg/dl | 0–0.3 | 0.0–0.3 |
Lactate dehydrogenase (LDH) | IU/L | 50–380 | 46–350 |
Creatine kinase (CK or CPK) | IU/L | 10–200 | 64–440 |
Gamma glutamyl transferase (GGT) | IU/L | 0–10 | 1–7 |
Uric acid | mg/dl | 0–2 | 0–1 |
Amylase | IU/L | 500–1500 | 500–1500 |
Lipase | U/L | 100–500 | 10–195 |
Magnesium | mEq/L | 1.8–2.4 | 1.8–2.4 |
Trigiycendes | mg/dl | 20–150 | 20–90 |
Di ambil dari Tilley and Smith. 2000. The-5 Minute Veterinary Consult Ver 2.
Wednesday, February 24, 2010
Normal Parameter EKG pada anjing dan kucing
Heart Rate (beats per minute)
Anjing :
- Anjing dewasa : 70-160
- Bangsa toy : up to 180
- Anak anjing : up to 220
Kucing : 160-240
Intervals (seconds)/lebar (detik)
Gelombang P
- Anjing : < 0.04
- Kucing : < 0.04
PR :
- Anjing : 0.06 to 0.13
- Kucing : 0.05 to 0.09
QRS :
- Anjing < 20 kg : < 0.05
- Anjing > 20 kg : < 0.06
- Anjing besar : < 0.065
- Kucing : < 0.04
QT
- Anjing : 0.15 to 0.25
- Kucing : 0.12 to 0.18
Amplitudes (mV) pada lead II/Tinggi (mV)
Gelombang P
- Anjing : < 0.4
- Kucing : < 0.2
R
- Anjing < 20 kg : < 2.5
- Anjing > 20 kg : < 3.0
- Kucing : < 0.9
Data tersebut diambi dari VetGo cardiology.
Untuk keterangan Parameter EKG yang lebih lengkap silakan ikuti tautan dibawah ini :
1). VetGo cardiologi
2). Textbook of small animal medicine
Tuesday, February 23, 2010
Cara memberikan obat oral pada anjing
Berikut ini adalah cara pemberian obat secara oral pada anjing :
1. Pegang kepala anjing dengan tangan kiri jika anda adalah pengguna tangan kanan. Jika anjing anda merupakan jenis anjing hidung panjang maka gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk menahan rahang atas. Jika hidung anjing anda pendek maka rahang atas dipegang seperti pada kucing (gambar 1).
2. Tarik kebelakang bagian kepala yang dipegang. Otot Rahang anjing lebih kuat daripada kucing sehingga mulut tidak bisa membuka sendiri seperti pada kucing. (Gambar 2).
3. Dengan lembut dan pelan lipat bibir atas anjing sehingga jika anjing mencoba menggigit maka dia akan menggigit bibirnya dan bukan tangan anda(Gambar 3).
4. Pegang pil atau kapsul pada tangan kanan anda diantara ibu jari dan jari telunjuk. Anda dapat menahan mulut agar tetap terbuka dengan menekan rahang bawah menggunakan jari tengah anda pada gigi seri anjing (jangan pada gigi taring). Jatuhkan pil atau kapsul dibelakang lidah sejauh mungkin anda bisa (Gambar 4).
5. Pemberian obat cair secara oral dapat menggunakan spuit yang dilepas jarumnya. cara pemberianya sebagai berikut ; letakan spuit pada samping mulut antara pipi dan gigi kemudian dorong dengan cepat cairan pada bagian tersebut setelah itu tutup mulut anjing. Untuk menghindari masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan jangan pernah memiringkan kepala anjing (gambar 5).
Catatan.
- Jika anjing anda agresif sebaiknya konsultasi dengan dokter hewan anda sebelum memberikan obat oral sendiri.
Cara memberikan obat oral pada kucing
Berikut ini adalah cara pemberian obat secara oral pada kucing :
1. Pegang kepala kucing dengan tangan kiri jika anda adalah pengguna tangan kanan. Kepala kucing yang disebut lengkung zygomatic dapat dipegang dengan mudah serta kuat dan tidak menyebabkan kucing anda gelisah (gambar 1).
2. Tarik kebelakang bagian kepala yang dipegang maka kucing dengan sendirinya akan membuka mulutnya (Gambar 2).
3. Pegang pil atau kapsul pada tangan kanan anda diantara ibu jari dan jari telunjuk. Anda dapat menahan mulut agar tetap terbuka dengan menekan rahang bawah menggunakan jari manis anda pada gigi seri kucing (jangan pada gigi taring). Jatuhkan pil atau kapsul dibelakang lidah sejauh mungkin anda bisa (Gambar 3).
4. Jika kucing tidak mau membuka mulut pada saat anda menarik kebelakang kepala yang dipegang, maka gunakan jari tengah tangan kiri anda untuk membuka mulut kucing dengan cara menekan jari tengah pada gigi seri kucing (jangan pada gigi taring) (Gambar 4).
5. Pemberian obat cair secara oral dapat menggunakan spuit yang dilepas jarumnya. cara pemberianya sebagai berikut ; letakan spuit pada samping mulut antara pipi dan gigi kemudian dorong dengan cepat cairan pada bagian tersebut setelah itu tutup mulut kucing dan angkat kepalanya selama beberapa detik setelah pemberian cairan (gambar 5).
Monday, February 22, 2010
Koksidiosis (Isospora) pada hewan kecil
Anjing atau kucing yang terinfeksi melepaskan ookista koksidia di dalam feses. Pada kondisi yang lembab dan hangat, ookista bersporulasi menjadi stadium infektif dalam 3-5 hari.
Mekanisme yang lain, yaitu koksidia dapat ditularkan secara vertikal. Anak anjing dapat terinfeksi koksidia sebelum dilahirkan jika induk terinfeksi koksidia semasa masih menjadi anak anjing dan menjadi carrier (Vet-Klinik.Com, 2008).
Gejala Klinis
- Diare merupakan gejala paling umum terjadi, frekuensi diare bervariasi. Pada beberapa kasus diare bisa diikuti dengan adanya darah.
- Jika tidak segera dilakukan pengobatan terhadap diare maka hewan akan mengalami dehidrasi, anemia, kurus, lemah dan akhirnya mati.
- Anjing atau kucing dewasa yang terinfeksi biasanya asimptomatis, tapi dapat menularkan penyakit pada hewan lain dan menyebarkan ookista infektif ke dalam lingkungan melalui kontaminasi feses.
Diagnosa
Diagnosa koksidiosis adalah dengan mengamati gejala klinis dan identifikasi ookista dalam sampel feses pada mikroskop dengan pembesaran 400x.
Diagnosa banding koksidiosis adalah infeksi-infeksi enterik akibat virus (Parvo Virus) dan penyakit-penyakit intestinal akibat parasit yang lain (roundworm/Ascariasis) (Barchas, 2010).
- Pengendalian diare, mencegah dehidrasi dan anemia, serta mengeliminasi organisme infektif.
- Pada kasus akut, penggantian cairan sangat penting (Terapi Cairan).
- Sulfadimethoxine 55 mg/kg PO pada hari pertama kemudian 27.5 mg/kg satu kali sehari selama 9 hari (Veterinary Drug Handbook).
- Sulfadiazine/Trimethoprim 30 mg/kg PO satu kali sehari selama 10 hari (Veterinary Drug Handbook).
Ringworm Pada Sapi
1. Etiologi
Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes dan T. megninii . Di negara-negara yang beriklim tropis atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama - sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi (Al-Ani et al, 2002).
2. Patogenesis
Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena ringworm menggunakan keratin sebagai sumber makanan (keratinophilic/keratinofilik). Ringworm menghasilkan enzim seperti asam proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak diderita oleh hewan muda daripada yang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan eritema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan terjadinya alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan (Chermette et al, 2008).
3. Gejala Klinis
Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak peradangan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak ada nafsu makan (Al-Ani et al, 2002).
4. Diagnosa
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm (Scott, 1988). Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan langsung dengan mikroskop atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan langsung mikroskop dengan cara membuat preparat native yang diberikan potasium hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada biakan/kultur media, sampel yang diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan pada media Sabouraud Glucose Agar (SGA) yang ditambah chloramphenicol dan cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di inkubasi selama 4 minggu dengan temperatur 28 sampai 30ºC (Ozkanlar et al, 2009).
5. Pengobatan
Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan. Terdapat beberapa kelompok obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk menghilangkan ringworm, yaitu obat Iritan bekerja untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal (Ahmad, 2005).
6. Pencegahan
Salah satu cara yang efektif untuk pencegahan adalah meningkatkan kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan membersihkan secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan vitamin seperlunya (Ahmad, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad R Z. 2005. Permasalahan Dan Penanggulangan Ringworm Pada hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-47.pdf
Al-Ani F. K., F. A. Younes, and O. F. Al-Rawashdeh. 2002. Ringworm Infection in Cattle and Horses in Jordan. Acta Vet. Brno :71: 55-60. http://vfu-www.vfu.cz/acta-vet/vol71/pdf/71_055.pdf
Chermette. R., L. Ferreiro., and J. Guillot. 2008. Dermatophytoses in Animals. Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V. http://www.springerlink.com/content/y43610543658764u/fulltext.pdf
Laven R. 2004. Ringworm. National Animal Disease Information Servive Bulletins. http://www.nadis.org.uk/DiseasesCattle/Ringworm/RINGWO_1.html
Lund. A and D. J. DeBoer. 2008. Immunoprophylaxis of Dermatophytosis in Animals. Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V. http://www.springerlink.com/content/6241w828q4374715/fulltext.
Ozkanlar Y., M. S. Aktas and E. Kirecci. 2009. Mycozoonosis Associated with Ringworm of Calves in Erzurum Province Turkey. Department of Internal Medicine, Faculty of Veterinary Medicine, Atatürk University. Erzurum - TURKEY
Scott, DW. 1988. Large Animal Dermatology. In: Fungal Diseases. W.B. Saunders. http://www.scribd.com/doc/3273436/Fungal-Skin-Disease-large-animal
Sundari D. 2001. Cermin Dunia Kedokteran. Grup PT Kalbe Farma. Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_108_obat_tradisional.pdf