Latest Entries »

Sunday, February 28, 2010

Diare berdarah pada anjing

Anjing disebut diare jika anjing sudah lima kali mengalami defikasi/BAB selama 24 jam. Biasanya feses yang dikeluarkan lebih banyak mengandung cairan daripada feses yang normal. Jika sudah terdapat darah dalam feses maka anjing anda harus segera dibawa ke dokter hewan. Diare berdarah adalah tanda gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan kematian pada anjing.

Identifikasi
Terdapat 2 warna yang kelihatan pada diare berdarah. Yang pertama warna darah sangat jelas dalam hal ini warna merah terang sama seperti warna darah biasanya. Tetapi warna hitam pada feses juga menunjukan adanya darah pada feses. Berwarna hitam disebabkan karena darah telah melewati saluran pencernaan yang panjang.

Penyebab
Menurut "Dog Owner Veterinary Handbook" terdapat berbagai penyebab diare berdarah. Salah satu penyebabnya adalah anjing menelan benda asing yang merusak organ dalam. Penyebab lain adalah anjing memakan sampah busuk atau bagian tubuh dari hewan yang telah mati. Ada juga penyakit seperti parvo virus, cocidia dan ancylstomiasis yang dapat menyebabkan diare berdarah. Racun tikus dapat menyebabkan muntah dan diare berdarah. Kanker juga dapat menyebabkan diare berdarah.

Gejala klinis yang lain
Untuk membantu mempercepat penentuan penyebab penyakit maka dokter hewan perlu mengetahui jika anjing memiliki gejala lain seperti hilangnya koordinasi, muntah, terenga-engah tak terkendali, atau kejang-kejang.

Pengobatan
Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Jika terdapat benda asing atau kerusakan usus maka perlu dilakukan pembedahan. Jika penyebabnya karena penyakit seperti parvo virus, cocidia dan ancylostomiasis maka dokter hewan akan memberikan pengobatan sesuai penyakit. Pada keracunan racun tikus anjing perlu injeksi vitamin K atau transfusi darah. Jika anjing mengalami dehidrasi akibat diare maka dokter hewan akan memberikan terapi cairan/infus selama anjing tidak mau makan.





Friday, February 26, 2010

Gambar basophil, eosinophil, neutrophil, etc

Gambar eosinophil (E) dan Neutrophil (N) pada ulas darah








Gambar Neutrophil pada ulas darah










Gambar Monocyte, eosinophil, basophil, limphocyte pada ulas darah







Gambar lymphocyte yang ditunjukan dengan tandah panah biru serta platelet dengan panah hitam pada ulas darah






Thursday, February 25, 2010

Cara membaca hasil tes darah hewan anda !!

Pemeriksaan darah !!!
Pemeriksaan darah banyak sekali memiliki fungsi dalam membantu seorang dokter hewan. Salah satu fungsinya adalah dapat mengetahui status hewan (sehat atau sakit). Untuk itu seorang dokter hewan harus bisa menginterpretasikan hasil pemeriksaan darah. Berikut ini saya mencoba memberikan sedikit cara menginterpretasikan hasil tes darah dari literatur yang pernah saya baca.

RBC (Red Blood Cells)
Atau yang dikenal sebagai sel darah merah diketahui bertanggung jawab sebagai transport/pengangkut oxigen dan karbon dioksida ke seluruh tubuh atau dari seluruh tubuh. Jika hasil menunjukan terjadi penurunan sel darah merah maka hal tersebut dapat diindikasikan hemoragi/hemorrhage, adanya parasit/parasites, penyakit sumsum tulang, kekurangan B-12, defisiensi asam folat.

Hematokrit (HCT)/Packed Cell Volume (PCV)
Hematokrit menunjukan informasi jumlah sel darah merah yang ada dalam darah. Penurunan nilai hematokrit dapat diartikan anemia akibat pendarahan, parasit, defisiensi nutrisi, penyakit kronik seperti penyakit pada hati, kanker dan lain-lain. Peningkatan nilai hematokrit sering terlihat pada kasus dehidrasi.

Hemoglobin (Hb)
Penting sebagai transport oxigen dalam daram. Turunnya nilai hemoblogin menandakan adanya hemoragi, anemia, defisiensi zat besi. Peningkatan nilai hemoglobin menandakan meningkatnya kosentrasi dari sel darah merah lebih dari pada normal, defisiensi B-12.

Reticulocytes
Atau sel darah merah yang belum dewasa. Penurunan nilai biasanya dihubungkan dengan anemia. peningkatan jumlah dihubungkan dengan hemoragi kronik atau hemolytic anemia.

Platelets (PLT)
Berperan penting pada pembekuan darah. Penurunan nilai dapat terjadi karena depresi pada sumsum tulang, anemia hemolitik autoimun, lupus sistem, hemoragi yang parah atau koagulasi intravascular. Peningkatan nilai dapat terjadi akibat patah tulang atau rusaknya pembuluh darah, kanker.

White Blood Cells (WBC)
Sebagai agen tubuh yang melawan infeksi. Penurunan nilai dapat mengindikasikan terjadinya infeksi virus atau keracunan obat-obatan/bahan kimia. Peningkatan nilai mengindikasikan infeksi bakteri, gangguan emosi dan kelainan pada darah.

Limfosit
Peningkatan nilai mengindikasikan infeksi kronik, dalam proses penyembuhan dari infeksi akut. Penurunan nilai mengindikasikan stres, dalam pengobatan dengan obat-obat steroid dan obat-obat kemoterapi.

Blood Urea Nitrogen (BUN)
BUN di produksi oleh hati dan diekskresikan melalui ginjal. Penurunan nilai dapat menunjukan adanya sedikit diet protein, insufisiensi/ketidakmampuan hati, dan pemakaian obat anabolic steroid. Peninkatakk nilai dapat menunjukan adanya kondisi yang mengurangi kemampuan kerja ginjal untuk menyaring cairan tubuh atau gangguan pada pemcahan protein.

Amylase (AMYL)
Hasil dari pankreas. Penilaian kadar amylase dalam darah dapat mengindikasikan gangguan pada pankreas dan penyakit ginjal.

Selengkapnya kunjungi tautan berikut :


Normal Biochemical Values

Table Normal Biochemical Values
Test Units Dogs Cats
Urea nitrogen (BUN) mg/dl 7–27 15–34
Creatinine mg/dl 0.4–1.8 0.8–2.3
Cholesterol mg/dl 112–328 82–218
Glucose mg/dl 60–125 70–150
Alkaline phosphatase (ALP) IU/L 10–150 0–62
Alanine aminotransferase (ALT) IU/L 5–60 28–76
Aspartate aminotransferase (AST) IU/L 5–55 5–55
Total protein g/dl 5.1–7.8 5.9–8.5
Albumin g/dl 2.6–4.3 2.4–4.1
Globulin g/dl 2.3–4.5 3.4–5.2
A-G ratio 0.75–1.9 0.6–1.5
Sodium mEq/L 141–156 147–156
Potassium mEq/L 4.0–5.6 3.9–5.3
Sodium-potassium ratio 27–40 > 27.0
Chloride mEq/L 105–115 111–125
Total CO2 mEq/L 17–24 13–25
Anion gap mEq/L 12–24 13–27
Calcium mg/dl 7.5–11.3 7.5–10.8
Phosphorus mg/dl 2.1–6.3 3.0–7.0
Total bilirubin mg/dl 0–0.4 0.0–0.4
Direct bilirubin mg/dl 0.0–0.1 0.0–0.1
Indirect bilirubin mg/dl 0–0.3 0.0–0.3
Lactate dehydrogenase (LDH) IU/L 50–380 46–350
Creatine kinase (CK or CPK) IU/L 10–200 64–440
Gamma glutamyl transferase (GGT) IU/L 0–10 1–7
Uric acid mg/dl 0–2 0–1
Amylase IU/L 500–1500 500–1500
Lipase U/L 100–500 10–195
Magnesium mEq/L 1.8–2.4 1.8–2.4
Trigiycendes mg/dl 20–150 20–90



Di ambil dari Tilley and Smith. 2000. The-5 Minute Veterinary Consult Ver 2.

Wednesday, February 24, 2010

Normal Parameter EKG pada anjing dan kucing

Normal EKG pada anjing dan kucing

Heart Rate (beats per minute)
Anjing :

- Anjing dewasa : 70-160

- Bangsa toy : up to 180

- Anak anjing : up to 220

Kucing : 160-240

Intervals (seconds)/lebar (detik)
Gelombang P
- Anjing : < 0.04
- Kucing : < 0.04

PR :
- Anjing : 0.06 to 0.13
- Kucing : 0.05 to 0.09

QRS :
- Anjing < 20 kg : < 0.05
- Anjing > 20 kg : < 0.06
- Anjing besar : < 0.065
- Kucing : < 0.04

QT
- Anjing : 0.15 to 0.25
- Kucing : 0.12 to 0.18


Amplitudes (mV) pada lead II/Tinggi (mV)

Gelombang P
- Anjing : < 0.4
- Kucing : < 0.2

R
- Anjing < 20 kg : < 2.5

- Anjing > 20 kg : < 3.0

- Kucing : < 0.9

Data tersebut diambi dari VetGo cardiology.
Untuk keterangan Parameter EKG yang lebih lengkap silakan ikuti tautan dibawah ini :

1). VetGo cardiologi

2). Textbook of small animal medicine

Tuesday, February 23, 2010

Cara memberikan obat oral pada anjing






Berikut ini adalah cara pemberian obat secara oral pada anjing :

1. Pegang kepala anjing dengan tangan kiri jika anda adalah pengguna tangan kanan. Jika anjing anda merupakan jenis anjing hidung panjang maka gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk menahan rahang atas. Jika hidung anjing anda pendek maka rahang atas dipegang seperti pada kucing (gambar 1).

2. Tarik kebelakang bagian kepala yang dipegang. Otot Rahang anjing lebih kuat daripada kucing sehingga mulut tidak bisa membuka sendiri seperti pada kucing. (Gambar 2).

3. Dengan lembut dan pelan lipat bibir atas anjing sehingga jika anjing mencoba menggigit maka dia akan menggigit bibirnya dan bukan tangan anda(Gambar 3).

4. Pegang pil atau kapsul pada tangan kanan anda diantara ibu jari dan jari telunjuk. Anda dapat menahan mulut agar tetap terbuka dengan menekan rahang bawah menggunakan jari tengah anda pada gigi seri anjing (jangan pada gigi taring). Jatuhkan pil atau kapsul dibelakang lidah sejauh mungkin anda bisa (Gambar 4).

5. Pemberian obat cair secara oral dapat menggunakan spuit yang dilepas jarumnya. cara pemberianya sebagai berikut ; letakan spuit pada samping mulut antara pipi dan gigi kemudian dorong dengan cepat cairan pada bagian tersebut setelah itu tutup mulut anjing. Untuk menghindari masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan jangan pernah memiringkan kepala anjing (gambar 5).


Catatan.
- Jika anjing anda agresif sebaiknya konsultasi dengan dokter hewan anda sebelum memberikan obat oral sendiri.

Cara memberikan obat oral pada kucing






Berikut ini adalah cara pemberian obat secara oral pada kucing :

1. Pegang kepala kucing dengan tangan kiri jika anda adalah pengguna tangan kanan. Kepala kucing yang disebut lengkung zygomatic dapat dipegang dengan mudah serta kuat dan tidak menyebabkan kucing anda gelisah (gambar 1).

2. Tarik kebelakang bagian kepala yang dipegang maka kucing dengan sendirinya akan membuka mulutnya (Gambar 2).

3. Pegang pil atau kapsul pada tangan kanan anda diantara ibu jari dan jari telunjuk. Anda dapat menahan mulut agar tetap terbuka dengan menekan rahang bawah menggunakan jari manis anda pada gigi seri kucing (jangan pada gigi taring). Jatuhkan pil atau kapsul dibelakang lidah sejauh mungkin anda bisa (Gambar 3).

4. Jika kucing tidak mau membuka mulut pada saat anda menarik kebelakang kepala yang dipegang, maka gunakan jari tengah tangan kiri anda untuk membuka mulut kucing dengan cara menekan jari tengah pada gigi seri kucing (jangan pada gigi taring) (Gambar 4).

5. Pemberian obat cair secara oral dapat menggunakan spuit yang dilepas jarumnya. cara pemberianya sebagai berikut ; letakan spuit pada samping mulut antara pipi dan gigi kemudian dorong dengan cepat cairan pada bagian tersebut setelah itu tutup mulut kucing dan angkat kepalanya selama beberapa detik setelah pemberian cairan (gambar 5).

Monday, February 22, 2010

Koksidiosis (Isospora) pada hewan kecil


Koksidia adalah mikroskopik parasit yang hidup disaluran pencernaan dari anjing dan kucing. Penyakit ini seringkali ditemukan, tetapi sangat jarang menyebabkan gejala pada hewan dewasa. Pada anak anjing dan kucing gejala yang sering adalah diare (Barchas, 2010). Penyebab penyakit ini adalah protozoa dari Genus Isospora : Isospora rivolta, Isospora canis dan Isospora felis. Spesies tersebut diatas diketahui dapat menginfeksi anjing dan kucing (Subronto, 2006).

Patogenesis
Anjing atau kucing yang terinfeksi melepaskan ookista koksidia di dalam feses. Pada kondisi yang lembab dan hangat, ookista bersporulasi menjadi stadium infektif dalam 3-5 hari.
Anjing terinfeksi jika memakan pakan atau minum yang terkontaminasi tanah atau feses yang mengandung ookista infektif . Didalam usus, ookista ruptur dan melepaskan sporozoit, yang kemudian akan melakukan penetrasi ke dalam sel epitel usus, kemudian berkembang biak di sana, dan akhirnya merusak sel hospes.
Mekanisme yang lain, yaitu koksidia dapat ditularkan secara vertikal. Anak anjing dapat terinfeksi koksidia sebelum dilahirkan jika induk terinfeksi koksidia semasa masih menjadi anak anjing dan menjadi carrier (Vet-Klinik.Com, 2008).

Gejala Klinis
  • Diare merupakan gejala paling umum terjadi, frekuensi diare bervariasi. Pada beberapa kasus diare bisa diikuti dengan adanya darah.
  • Jika tidak segera dilakukan pengobatan terhadap diare maka hewan akan mengalami dehidrasi, anemia, kurus, lemah dan akhirnya mati.
  • Anjing atau kucing dewasa yang terinfeksi biasanya asimptomatis, tapi dapat menularkan penyakit pada hewan lain dan menyebarkan ookista infektif ke dalam lingkungan melalui kontaminasi feses.


Diagnosa
Diagnosa koksidiosis adalah dengan mengamati gejala klinis dan identifikasi ookista dalam sampel feses pada mikroskop dengan pembesaran 400x.
Diagnosa banding koksidiosis adalah infeksi-infeksi enterik akibat virus (Parvo Virus) dan penyakit-penyakit intestinal akibat parasit yang lain (roundworm/Ascariasis) (Barchas, 2010).


Pengobatan
  • Pengendalian diare, mencegah dehidrasi dan anemia, serta mengeliminasi organisme infektif.
  • Pada kasus akut, penggantian cairan sangat penting (Terapi Cairan).
  • Sulfadimethoxine 55 mg/kg PO pada hari pertama kemudian 27.5 mg/kg satu kali sehari selama 9 hari (Veterinary Drug Handbook).
  • Sulfadiazine/Trimethoprim 30 mg/kg PO satu kali sehari selama 10 hari (Veterinary Drug Handbook).
Setelah pengobatan pemeriksaan feses harus terus dilakukan untuk memastikan protozoa tidak dalam jumlah yang banyak.

Daftar Pustaka

Barchas., E. 2010. Coccidia (Isospora) In Cats and Dogs. in http://drbarchas.com/coccidia
Anonim. 2008. Koksidiosis pada anjing dan kucing. Vet-Klinik.Com. in http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Koksidiosis- pada-anjing-dan-kucing.html
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.


Ringworm Pada Sapi


1. Etiologi

Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes dan T. megninii . Di negara-negara yang beriklim tropis atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama - sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi (Al-Ani et al, 2002).

2. Patogenesis

Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena ringworm menggunakan keratin sebagai sumber makanan (keratinophilic/keratinofilik). Ringworm menghasilkan enzim seperti asam proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak diderita oleh hewan muda daripada yang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan eritema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan terjadinya alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan (Chermette et al, 2008).

3. Gejala Klinis

Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak peradangan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak ada nafsu makan (Al-Ani et al, 2002).

4. Diagnosa

Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm (Scott, 1988). Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan langsung dengan mikroskop atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan langsung mikroskop dengan cara membuat preparat native yang diberikan potasium hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada biakan/kultur media, sampel yang diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan pada media Sabouraud Glucose Agar (SGA) yang ditambah chloramphenicol dan cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di inkubasi selama 4 minggu dengan temperatur 28 sampai 30ºC (Ozkanlar et al, 2009).

5. Pengobatan

Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan. Terdapat beberapa kelompok obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk menghilangkan ringworm, yaitu obat Iritan bekerja untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal (Ahmad, 2005). Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin dengan dosis 7,5 - 10 mg/kg secara PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2 % (Chermette et al, 2008) atau salep yang mengandung Asam benzoat 6 g, asam salisilat 3 g, sulfur 5 g, iodine 4 g and vaseline 100 g (Al-Ani et al, 2002)

6. Pencegahan

Salah satu cara yang efektif untuk pencegahan adalah meningkatkan kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan membersihkan secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan vitamin seperlunya (Ahmad, 2005). Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ringworm. Mekanisme kerja vaksin adalah pengaktifan sel Th1 yang merangsang Cellular Mediated Immunity (CMI) yang ditandai dengan pelepasan cytokines interferon-c (IFN-c), interleukin 12 (IL-12), and IL-2 oleh sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama epidermis (Lund and DeBoer, 2008). Vaksinasi adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal (Chermette et al, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad R Z. 2005. Permasalahan Dan Penanggulangan Ringworm Pada hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-47.pdf

Al-Ani F. K., F. A. Younes, and O. F. Al-Rawashdeh. 2002. Ringworm Infection in Cattle and Horses in Jordan. Acta Vet. Brno :71: 55-60. http://vfu-www.vfu.cz/acta-vet/vol71/pdf/71_055.pdf

Chermette. R., L. Ferreiro., and J. Guillot. 2008. Dermatophytoses in Animals. Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V. http://www.springerlink.com/content/y43610543658764u/fulltext.pdf

Laven R. 2004. Ringworm. National Animal Disease Information Servive Bulletins. http://www.nadis.org.uk/DiseasesCattle/Ringworm/RINGWO_1.html

Lund. A and D. J. DeBoer. 2008. Immunoprophylaxis of Dermatophytosis in Animals. Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V. http://www.springerlink.com/content/6241w828q4374715/fulltext.

Ozkanlar Y., M. S. Aktas and E. Kirecci. 2009. Mycozoonosis Associated with Ringworm of Calves in Erzurum Province Turkey. Department of Internal Medicine, Faculty of Veterinary Medicine, Atatürk University. Erzurum - TURKEY

Scott, DW. 1988. Large Animal Dermatology. In: Fungal Diseases. W.B. Saunders. http://www.scribd.com/doc/3273436/Fungal-Skin-Disease-large-animal

Sundari D. 2001. Cermin Dunia Kedokteran. Grup PT Kalbe Farma. Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_108_obat_tradisional.pdf